Minggu, 10 Maret 2013

PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK



Perkembangan Moral
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain ( Santrock,1995). Anak-anak ketika dlahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalan dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan.
Teori Psikoanalisa tentang Perkembangan Moral
Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia atas tiga, yaitu :
1)   Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari.
2)   Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas.
3)   Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan sistem niali dan moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar’atau “salahnya” sesuatu.
Menurut teori psikoanalisa klasik Freud, semua orang mengalami konflik oedipus. Konflik ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan Freud sebagai superego. Ketika anak mengatasi konflik oedipus ini, maka perkembangan moral mulai. Salah satu alasan mengapa anak mengatasi konflik oedipus adalah perasaan khawatir akan kehilangan kasih sayang orangtua dan ketakutan akan dihukum karena keinginan seksual mereka yang tidak dapat diterima terhadap orangtua yang berbeda jenis kelamin. Struktur superego mempunyai dua komponen, yaitu ego ideal kata hati (conscience). Kata hati menggambarkan bagian dalam atau kehidupan mental seseorang, peraturan-peraturan masyarakat, hukum, kode, etika, dan moral.
Teori Belajar-Sosial tentang Perkembangan Moral
Teori belajar sosial melihat tingkah laku moral sebagai respons atas stimulus. Dalam hal ini, proses-proses penguatan, penghukuman, dan peniruan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak. Bila anak diberi hadiah atas perilaku yang sesuai dengan aturan dan kontrak sosial, mereka akan mengulangi perilaku tersebut. Sebaliknya, bila mereka dihukum atas perilaku yang tidak bermoral, maka perilaku itu akan berkurang atau hilang.
Teori Kognitif Piaget tentang Perkembangan Moral
Teori kognitif  Piaget mengenai pengembangan moral melibatkan prinsip-prinsip dan proses-proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi Piaget, perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Hakikat moralitas adalah kecenderungan untuk menerima dan menaati sistem peraturan. Piaget  menyimpulkan bahwa pemikiran anak-anak tentang moralitas  dapat dibedakan atas dua tahap, yaitu tahap heteronomous morality dan autonomous morality (Siefert & Hoffnung, 1994)
Heteronomous morality atau morality of constraint ialah tahap perkembangan moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 6 hingga 9 tahun. Dalam tahap berpikir ini, anak-anak menghormati ketentuan-ketentuan suatu pemainan sebagai sesuatu yang bersifat suci dan tidak dapat dirubah, karena berasal dari otoritas yang dihormatinya. Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan.
Autonomous morality atau morality of cooperation ialah tahap perkembangan moral yang terjadi pada anak-anak usia kira-kira 9 hingga 12 tahun. Pada tahap ini anak mulai sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum merupakan ciptaan manusia dan dalam menerapkan suatu hukuman atas suatu tindakan harus mempertimbangkan maksud pelaku serta akibat-akibatnya. Bagi anak-anak dalam tahap ini, peraturan-peraturan hanyalah masalah kenyamanan dan kontrak sosial yang telah disetujui bersama, sehingga mereka meenerima dan mengakui perubahan menurut kesepakatan.
Teori Kohlberg tentang Perkembangan Moral
Teori Kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas, modifikasi, dan redefeni atas teori Piaget. Berdasarkan pertimbangan yang diberikan atas pertanyaan kasus dilematis yang dihadapi seseorang, Kohlberg mengklasifikasikan perkembangan moral atas tiga tingkatan(level), yang kemudian dibagi lagi menjadi enam tahap(stage). Kohlberg setuju dengan Piaget yang menjelaskan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari pengalaman. Tetapi, tahap-tahap pelajaran yang diperoleh dari pengalaman moral terjadi dari aktivitas spontan dari anak-anak. Anak-anak memang berkembang melalui interaksi sosial, namun interaksi ini memiliki corak khusus, dimana faktor pribadi yaitu aktivitas-aktivitas anak ikut berperan.
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral seseorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari perbuatan-perbuatannya.
Tingkat dan Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
Tingkat
Tahap

1.        Prakonsional Moralitas.
Pada level ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, yaitu menyenangkan (hadiah) atau menyakitkan (hukuman). Anak tidak melanggar aturan karena takut akan ancaman hukuman dari otoritas.
2.          Konvensional
Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila mematuhi harapan otoritas atau kelompok sebaya.
3.          Pasca Konvensional
   Pada level ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi diperlukan sebagai subyek. Anak mentaati aturan untuk menghindari hukuman kata hati.

1.     Orientasi kepatuhan dan hukuman pemahaman anak tentang baik dan buruk ditentukan oleh otoritas. Kepatuhan terhadapp aturan adalah untuk menghindari aturan dari otoritas.
2.     Orientasi hedonistik-instrumental suatu perbuatan dinilai baik apabila berfungsi sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan diri.
3.     Orientasi anak yang baik tindakan berorientasikan pada orang lain. Sutau perbuatan dinilai baik apabila menyenangkan bagi orang lain.
4.     Orientasi keteraturan dan otoritas perilaku yang dinilai kewajiban, menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial.
5.     Orientasi kontrol sosial-legalistik ada semacam perjanjian antara dirinya dan lingkungan sosial. Perbuatan dinilai baik apabila sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
6.     Orientasi kata hari kebenaran ditentukan oleh kata hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika universal yang bersifat abstrak dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Sumber. Lerner & Hultsch, 1983;Hetherington & Parke, 1979
Penalaran moral
Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmoni, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi. Lawrence Kohlberg menempatkan moral sebagai fenomena kognitif dalam kajian psikologi. Penalaran moral berkenaan dengan keluasan wawasan mengenai relasi antara diri dan orang lain, hak dan kewajiban. Relasi dari dengan orang lan ini didasarkan atas prinsip equality, artinya orang lain sama derajatnya dengan diri. Jadi antara diri dan diri orang lain dpat dipertukarkan. Moralitas pada hakikatnya adalah penyelesaian konflik antara diri dan orang lain, antara hak dan kewajiban ( setiono, 1994).
Orang yang bertindak dengan moral adalah orang yang mendasarkan tindakannya atas penilaian baik-buruknya sesuatu. Perkembangan moral menurut Kohlberg sejalan dengan perkembangan nalar sebagaimana yang dikemukkan oleh Piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan Piaget tersebut, makin tinggi pula tingkatan moralnya. Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg, tingkat penalaran moral remaja berada pada tahap konvensional. Hal ini adalah karena dibandingkan dengan anak-anak, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang. Mereka sudah mulaia mengenal konsep-konsep moralitas seperti kejujuran,keadilan, kesopanan, kedisiplinan dan sebagainya.
Penelitian Kusdwiratri Setiono (1982) misalnya, menunjukkan bahwa dari 180 mahasiswa UNPADJ peserta KKN yang diukur penalaran moralnya berdasarkan Moral Judgment Interview (MJI);1 % tahap 2, 56 % tahap 3 dan 43 % tahap 4. Penelitian Budi Susilo (1986),menunjukkan bahwa 71 mahasiswa di Yogyakarta menemukan adanya perbedaan antara mahasiswa yang aktif dan yang tidak aktif dalam kegiatan Lembaga Sosial Masyarakat. Sekitar 39 % dari mahasiswa yang aktif tingkat penalarannya mencapai tahap 4, sedangkan mahasiswa yang tidak aktif hanya 8 % yang mencapai tahap 4 ( Setiono, 1994).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tahap penalaran moral remja Indonesia pada umumnya berkisar antara tahap 3 dan 4. Ini mengindikasikan bahwa perkembangan penalaran moral remaja Indonesia secara umum belum optimal. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya ditemui remaja yang mengalami dekadensi moral. Untuk itu, agaknya perlu melakukan program intervensi untuk meningkatkan tahap penalaran moral di kalangan remaja. Mengacu pada teori perkembangan penalaran moral Kohlberg, idealnya penalaran moral remaja sudah mencapai tahap 5, yakni telah memiliki prinsip moral sendiri yang bisa sama atau berbeda dengan sistem moral masyarakat. Pencapaian penalaran moral tahap 5 ini sangat penting bagi remaja, sebab ia akan menduduki posisi kunci dalam masyarakat di masa mendatang.
Implikasi Perkembangan Moral terhadap Pendidikan
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan moral mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia  yang moralis. Berikut ini akan dikemukakan beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral peserta didik.
1.      Memberikan pendidikan moral melalui kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral secara keseluruhan. Atmosfer di sini termasuk peraturan sekolah dan kelas, sikap terhadap kegiatan akademik dan ekstrakurikuler, orientasi moral yang dimiliki guru dan pegawai serta teks yang digunakan.
2.      Memberikan pendidikan moral langsung ( direct moral education), yakni pendidikan moral dengan pendekatan pada nilai dan juga sifat selama jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-niali dan sifat-sifat tersebut ke dalam kurikulum.
3.      Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai (values clarification), yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk dicari.
4.      Menjadikan pendidikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikonstruksi dari pengalaman keberagamaan.




PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK


Resume  ini disusun untuk memenuhi tugas :

Mata Kuliah                      :  Telaah Perkembangan Peserta Didik
Dosen pengampu              :  Dudung Hamdun, M.Si





Disusun Oleh:
Uswatun Hasanah


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
































UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI METODE INDEX CARD MATCH PADA PEMBELAJARAN SKI SISWA KELAS VII MTs MANBA’UL ULUM TAHUN PELAJARAN 2012-2013

Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas :

Mata Kuliah                      :  Penelitian Tindakan Kelas
Dosen pengampu              : M. Agus Nuryatno, Ph. D


Disusun Oleh:
Uswatun Hasanah


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013


2 komentar:

  1. What are the advantages of sports toto? - Sporting 100
    It's a 토토사이트 great opportunity to bet a few different amounts at any price. Betting on a sport can be exciting, but some

    BalasHapus
  2. Casino Slot Game - Mapyro
    Welcome 제주 출장안마 to 울산광역 출장샵 Jammin' Jars Casino! Enjoy 고양 출장안마 over 800 of the latest casino 원주 출장마사지 games and casino games including Blackjack, 경주 출장마사지 Roulette & more.‎Slots · ‎Casino Games · ‎Promotions

    BalasHapus